64x64

Muhaimin Iqbal
Author

Renewable Electricity : The Cleanest The Cheapest

Advanced Renewable

Mon , 10 Apr 2023 16:35 WIB


Berbeda dengan persepsi pada umumnya bahwa energi bersih itu mahal, sehingga diundur-undur penggunaannya, padahal bisa sebaliknya - dengan sedikit R&D dan pengembangan skills yang memadai, maka justru energi yang paling bersih itu bisa menjadi alternatif yang paling murah.

Listrik di negeri ini misalnya, sejauh ini yang paling murah adalah listrik dari pembangkit listrik tenaga air, biaya produksinya sekitar Rp 438/kWh. Disusul yang masih murah tetapi mencemari udara yang sangat masif yaitu listrik dari barubara, biaya produksinya di kisaran Rp 665/kWh. Energi bersih lainnya dari geotermal pada biaya Rp 1,100 /kWH, disusul gas di kisaran Rp 1,600/kWh. Dan yang paling kotor justru yang paling mahal, yaitu diesel. Pada saat harga diesel mecapai Rp 18,000/Liter, biaya pembangkit listrik tenaga disel bisa mencapai Rp 4,500/kWh.

Meskipun kotor dan mahal, diesel masih harus digunakan di ribuan pulau-pulau kita karena sejauh ini itulah yang paling memungkinkan untuk menghadirkan listrik di pulau dan daerah terpencil tersebut satu-satunya. Meskipun angin dan sinar matahari juga mulai digunakan, keduanya masih sangat kecil dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.

Nah kini ada kabar sangat baik untuk negeri ini khususnya dan dunia pada umumnya, bahwa energi yang paling bersih dan paling murah itu sudah nampak kehadirannya di horizon yang tidak terlalu jauh, dengan sedikit lagi R&D dan pengembangan tenaga terampilnya, energi paling bersih dan paling murah itu bisa segera hadir di Nusantara ini maupun di seeluruh dunia.

Enabler teknologinya adalah apa yang kami sebut UHHG (Ultra High Hydrogen Gasification), 2 ton biomassa yang apabila dipakai untuk membangkitkan listrik dengan cara konvensional - dibakar dan diambil panasnya - hanya menghasilkan sekiira 2 MWh. Dari 2 ton biomassa yang sama, bila digasifikasi dengan UHHG akan menghasilkan syngas 3100 kg, separuhnya adalah hydrogen atau 1,550 kg. Ini setara dengan 51.15 MWh. Asumsi Fuel Cells yang kita pakai berefisiensi 50% saja, maka ini cukup untuk menyediakan listrik dengan kapasitas 1 MW untuk berjalan secara konityu selama 24 jam.

Maka pengadaan listrik dengan teknologi fuel cells dengan nenggunakan Hydrogen On-Demand berbases pellet biomassa ini bisa menjadi alternatif energi bersih yang sangat jurah. Biaya produksinya hanya di kisaran Rp 250/kWh, termurah dibandingkan dengan seluruh jenis tenaga listrik yang ada di negeri ini.

Lebih deari itu pembangkit listrik teknologi fuel cells juga bisa dibuat kecil-kecil menyebar atau distributed power generation, yang sangat cocok untuk negeri 17,500 pulau ini. Proyek dan industri di remote area-pun bisa tumbuh dengan cepat karena tidak lagi ada masalah penyediaan energi, pellet biomassanya bisa diproduksi dimanapun - tidak harus menunggu kiriman dari pulau besar.

Tags:
Biomass Electricity

Silakan mendaftar terlebih dahulu!

Untuk memposting komentar baru. Anda harus login terlebih dahulu. Masuk

Komentar

Tidak ada komentar

Kategori

  • Renewable Energy